Wednesday, December 9, 2015

#1 Penentuan Parameter Material Pembentuk Beton

Tahapan pertama dalam praktikum ini adalah menentukan parameter-parameter material pembentuk beton. Terdapat 6 kegiatan di dalam praktikum hari pertama ini, yaitu pemeriksaan berat volume agregat, analisis specific gravity dan penyerapan agregat kasar, pemeriksaan zat organik dan kadar lumpur dalam agregat halus, pemeriksaan kadar air agregat, analisis saringan, serta analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus.

Praktikum ke-1 Penentuan Parameter Material Pembentuk Beton

Sebelum memulai praktikum, terlebih dahulu diadakan tes awal. Setelah itu penjelasan singkat dari asisten dan pembagian tugas untuk setiap kelompok. Kelompok kami mendapat tugas untuk pemeriksaan berat volume agregat terlebih dahulu. Bersama kelompok 3, kami membagi tugas kelompok mana yang memeriksa berat volume agregat kasar dan kelompok mana yang memeriksa berat volume agregat halus. Akhirnya kami mendapat bagian untuk memeriksa berat volume agregat halus dan kelompok 3 memeriksa berat volume agregat kasar.
Pertama kami menimbang berat wadah dan melihat volume waadah. Kemudian mengisi wadah tersebut dengan agregat halus. Untuk pemeriksaan yang pertama kami memeriksa berat volume agregat halus dalam keadaan gembur. Setelah itu kami menimbang agregat halus tersebut. Kemudian kami mengulanginya lagi untuk agregat halus dalam kondisi padat. Untuk kondisi padat ini sedikit berbeda dengan sebelumnya yang hanya mengisi wadah dengan agregat halus hingga penuh kemudian menimbangnya. Kami mengisi wadah dengan agregat halus hingga 1/3 bagian lalu menusuk-nusuknya menggunakan batang penusuk sebanyak 25 kali. Lalu diisi lagi hingga 2/3 bagian dan menusuk-nusuknya lagi. Lalu diisi hingga penuh dan menusuknya lagi. Tujuan dari penusukan ini adalah untuk mendapatkan kondisi padat.

Penimbangan agregat kasar untuk menentukan berat volume agregat halus

Setelah selesai melakukan pemeriksaan berat volume agregat kami beralih pada analisis specific gravity dan penyerapan agregat kasar. Bahan-bahan yang akan digunakan telah disediakan sehingga kami hanya perlu mengeringkan agregat kasar hingga diperoleh kondisi SSD. Kondisi SSD adalah kondisi agregat dalam keadaan jenuh dengan permukaan kering atau dengan kata lain permukaan agregat dalam keadaan kering sedangkan rongga-rongganya terisi air. Agregat dengan kondisi seperti ini tidak akan menyerap ataupun menyumbangkan air ke dalam campuran.


Pengeringan agregat kasar untuk analisis specific gravity dan penyerapan agregat kasar

Selanjutnya adalah pemeriksaan zat organik dan kadar lumpur dalam agregat halus. Sayang sekali dalam percobaan ini kami hanya melihat, tidak melakukannya sendiri. Bagian ini merupakan bagian tercepat dari serangkaian percobaan yang dilakukan.

pemeriksaan zat organik dan kadar lumpur dalam agregat halus

Kegiatan selanjutnya adalah pemeriksaan kadar air agregat. Bagian ini juga tergolong cepat karena hanya menimbang agregat dalam kondisi biasa kemudian memasukkan ke dalam oven untuk diketahui berat keringnya.

pemeriksaan kadar air agregat

Setelah itu kami melakukan analisis saringan. Seperti pada percobaan pertama, kami dan kelompok 3 membagi tugas. Kali ini kami mendapat tugas untuk analisis saringan agregat kasar sedangkan kelompok 3 analisis agregat halus.
Analisis saringan agregat kasar

Terakhir, analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus yang dapat dikatakan bagian terlama di dalam praktikum ini. Di sini kami tidak melakukannya secara langsung melainkan hanya melihat dan memperhatikan tahapan-tahapannya. Setelah melakukan semua percobaan, praktikum hari pertama selesai. namun kami harus kembali lagi keesokan harinya untuk menimbang berat kering agregat yang dimasukkan ke dalam oven serta melihat kondisi kadar lumpur dan kadar bahan organik.

pemeriksaan kadar lumpur dan bahan organik setelah 24 jam 

pengambilan agregat dai dalam oven

membandingkan warna kadar bahan organik agregat halus

menimbang berat kering agregat






Sunday, November 8, 2015

Lihat Lebih Dekat, Bosscha Observatory

“Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya lebih dekat
Dan kau akan mengerti”
Sepenggal lagu favorit di masa kecil, soundtrack film Petualangan Sherina yang begitu digandrungi oleh anak-anak pada masanya termasuk saya. Di awal tahun 2000-an film ini cukup menarik perhatian anak-anak dalam berbagai hal, baik itu lagu-lagunya, kisah petualangannya, maupun kisah persahabatannya. Namun, ada hal lain yang membuat saya begitu tertarik pada saat itu yaitu sebuah bangunan megah yang beratapkan kubah dan dilengkapi dengan berbagai macam teleskop, Observatorium Bosscha.



Sedikit mengungkit sejarah Observatorium Bosscha, tempat ini merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Bosscha dibangun oleh NISV (Nederlandch Indische Sterrenkundige Vereeniging) yang dipelopori oleh Karel Albert Rudolf Bosscha yang mencetuskan ide dibangunnya observatorium bintang pada tahun 1920. Sebagian besar bangunan Bosscha sudah selesai pada tanggal 1 Januari 1923 dan pada tahun 1928 observatorium sudah mulai beroperasi. NISV resmi menyerahkan bangunan ini kepada pemerintah RI pada tanggal 17 Oktober 1951.

Sumber : dokumentasi pribadi

Bosscha terletak di Lembang, Jawa Barat sekitar 15 km dari pusat kota Bandung. Tempat ini berada pada ketinggian 1310 m di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung dan berdiri di atas tanah seluas 6 hektar. Bentuk bangunan ini sangat unik karena beratapkan kubah dan dinding yang membentuk lingkaran. Untuk menghasilkan rancangan dengan bentuk geometri seperti ini memerlukan pertimbangan lebih karena bangunan ini dimaksudkan untuk peneropongan bintang. Bentuk ini dipilih agar dapat mewakili fungsi utamanya secara maksimal. Prof. Ir. C. P. Wolff Schoemaker sebagai arsitek bangunan ini memperlihatkan bahwa ia mengolah bentuk geometri ini dengan maksud agar sinar matahari yang jatuh pada bangunan terlihat estetis melalui kolom-kolom yang menonjol di bagian bawahnya serta elemen-elemen garis pada landasan kubah.
Observatorium ini mempunyai luas sekitar 225 m2, dengan ketinggian 15 m dari permukaan tanah, serta memiliki lebar bangunan sekitar 15 m. Atap yang berbentuk kubah memiliki bobot sekitar 56 ton dengan diameter 14,5 m dan terbuat dari baja setebal 2 mm. Atap kubah ini dapat berputar sehingga kita dapat melihat bintang melalui teropong ke segala penjuru arah. Atap ini juga dapat dibuka di bagian teropong Zeiss berada. Lantai bangunan ini mempunyai berat sekitar 12 ton dan dapat di atur ketinggiannya dengan menggunakan motor listrik yang terletak di bawah lantai tersebut.



Dilihat dari bagian luarnya, bangunan tersebut memiliki bahan penyusun utama berupa beton dan baja. Di bagian bawah merupakan konstruksi beton bertulang yang didesain dapat tahan terhadap gempa. Bagian dindingnya kemungkinan memakai batu kali karena bangunan ini merupakan bangunan pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Sedangkan bagian atas yaitu atap yang berbentuk kubah terbuat dari baja. Sedangkan material lain yang digunakan ialah kayu yang terdapat pada bagian pintu dan jendela, kaca pada bagian jendela, dan tegel sebagai lantai. Perkiraan proporsi dari bahan-bahan konstruksi tersebut adalah 40% beton bertulang, 25% baja, 15% batu kali, 10% tegel, 8% persen kayu, dan 2% kaca.
Dari beberapa material konstruksi yang telah di sebutkan, berikut ini merupakan proses pembuatan dua material dari material-material tersebut yaitu tegel dan kaca.

Proses pembuatan Tegel
1.       Persiapan campuran semen
Semen, mil, serta pewarna semen dicampur merata menggunakan tangan agar warna dapat tercampur dengan sempurna. Lalu diayak dengan ayakan halus
2.       Menuang bubur semen (lapisan pertama)
Memasang cetakan yang terbuat dari lembaran kuningan (bentuknya seperti cetakan roti kering, atau sedikit mirip dengan cap batik) ke dalam cetakam baja yang bisa tahan tekanan beberapa ton pada proses pengepresan . tuangkan adonan bubur semen berwarna ke dalam tiap ruangan cetakan menurut warna yang diinginkan. Setelah mengisi semua ruang, cetakan motif diambil dari cetakan baja.
3.       Menabur campuran semen kering (lapisan kedua, ketiga, keempat)
Memberi lapisan kedua, ketiga, dan keempat dengan campuran dan ukuran yang berbeda.
4.       Menutup cetakan
Setelah diberi semua bahan untuk 4 lapisan, cetakan baja ditutup.
5.       Pengepresan
Pres dengan tekanan mesin hidrolis
6.       Pengambilan tegel dari cetakan
Cetakan baja dibuka dan diambil tutupan dan kalungannya. Ambil tegel yang baru dipres yang masih basah dan labil. Proses ini sangat butuh keahlian dan ketelitian. Kalau bukan tukng tegel yang ahli kemungkinan besar akan rusak pada proses pengambilan tegel ini.
7.       Pengeringan pertama
Sementara ditaruh rak.
8.       Perendaman air
Tegel yang setengah kering dimasukkan ke dalam bak air dan dibiarkan selama beberapa hari sampai satu minggu. (proses ini harus dilalui karena di dalam air ada proses yang membuat tegel itu menjadi sangat keras)
9.       Pengeringan kedua
Tegel yang sudah mengeras diambil dari bak air dan ditaruh rak yang teduh. (karena proses pengeringan lebih bagus tidak terlalu cepat)
10.   Finishing
Gosok sudut-sudutnya pakai amplas. Tegel siap digunakan.


Proses pembuatan kaca
Secara skematis proses pembuatan kaca atau gelas dapat digambarkan sebagai berikut:

1.      Persiapan bahan baku (batching)
Pada tahap ini dilakukan penggilingan, pengayakan bahan baku serta pemisahan dari pengotor-pengotornya. Serbuk bahan baku ditimbang sesuai komposisi, termasuk bahan-bahan aditif lain yang diperlukan seperti zat pewarna atau zat-zat yang sesuai dengan produk kaca yang dikendaki. Pengadukan campuran bahan baku dalam suatu mixer hal ini dilakukan agar campuran menjadi homogen sebelum dicairkan.
Komposisi dari bahan-bahan penyusunnya adalah sebagai berikut :
Bahan
Komposisi (%)
Pasir Silika
72,6
Natrium Karbonat
13,0
Kalsium Karbonat
8,4
Dolomit
4,0
Alumina
1,0
Lain-Lain
1,0
2.      Pencairan (melting/fusing)
Bahan baku yang sudah homogen, diayak dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku (furnace) bersuhu sekitar 1500oC sehingga campuran akan mencair. Selama proses pencairan, masing-masing bahan baku akan saling berinteraksi membentuk reaksi-reaksi kimia berikut :
1.     Reaksi-reaksi penguraian
2.     Na2SO3   à   Na2O     +       CO2                                                                
3.     CaCO3    à  CaO        +       CO2                                                            
4.     Na2SO4   à  Na2O               +     SO2
5.     Reaksi antara SiO2  dengan Na2CO3 pada suhu 630 – 780oC
6.     Na2CO3   +     aSiO2     à     Na2O.aSiO2      +  CO2                      
7.     Reaksi antara SiO2  dengan CaCO3 pada suhu 600oC
8.     CaCO3    +     bSiO2     à     CaO.bSiO2        +  CO2                     
9.     Reaksi antara CaCO3  dengan Na2CO3 pada suhu di bawah 600oC
10.  CaCO3    +     a2CO3     à     Na2Ca(CO3)2                                         
11.  Reaksi antara Na2SO4 dengan SiO2 pada suhu 884oC
12.  Na2SO4   +     nSiO2     à     NaO.nSiO2        +  SO2 +    0.5O2
13.  Reaksi utamaaSiO2 + bNa2O + cCaO + dMgO   à  aSiO2.bNa2O.cCaO.dMgO
                                                                              Leburan kaca
Tungku sebagai tempat mencairkan campuran bahan baku kaca atau gelas, terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Pot furnace
Biasanya dipakai untuk menghasilkan kaca-kaca khusus (special glass) seperti kaca seni, kaca optik dengan skala produksi yang kecil sekitar 2 ton atau lebih rendah. Pot terbuat dari bata silica-alumina (lempung) khusus atau platina.
·         Tank furnace
Digunakan pada industri gelas skala besar dan terbuat dari bata refraktori (bata tahan panas). Furnace ini mampu menampung sekitar 1350 ton cairan gelas yang membentuk kolam di jantung furnace.
·         Regenerative furnace
3.      Pembentukan (forming/shaping)
Bahan kaca atau gelas yang berbentuk cair lalu dialirkan ke dalam alat-alat yang berfungsi untuk membentuk kaca padat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa jenis proses pembentukkan kaca, di antaranya adalah :
Ø  Proses mekanik :
a.       Proses Fourcault
Bahan cair dialirkan secara vertikal ke atas melalui sebuah bagian yang dinamakan “debiteuse”. Bagian ini terapung di permukaan kaca cair dengan celah sesuai dengan ketebalan kaca yang diinginkan. Di atas debiteuse terdapat bagian sirkulasi air pendingin yang akan mendinginkan kaca hingga 650 – 670oC. Pada suhu tersebut kaca berubah menjadi pelat padat dan akan bergerak dengan didukung oleh roda pemutar (roller) yang menarik kaca tersebut ke atas. Gambar di bawah ini melukiskan skema proses Fourcault.
b.      Proses Colburn (Libbey-Owens)
Jika proses Fourcault , gerakan kaca berlangsung secara vertikal, maka pada proses Colburn kaca akan bergerak secara vertical kemudian diikuti gerakan horizontal setelah melewati roda-roda penjepit yang membentuk leburan gelas menjadi lembaran-lembaran.
c.       Proses Pilkington (float process)
Bahan cair dialirkan ke dalam sebuah kolam berisi cairan timah (Sn) panas. Kecepatan aliran bahan cair ini merupakan pengatur tebal tipisnya kaca lembaran yang akan diproses. Kaca akan mengapung di atas cairan timah karena perbedaan densitas di antara keduanya. Kaca ini tetap berupa cairan dengan pasokan panas yang berasal dari pembakar di bagian atas kolam. Pengendalian temperatur di dalam kolam dilakukan agar kaca tetap rata di kedua sisinya serta pararel. Bahan yang biaanya digunakan untuk keperluan ini adalah gas nitrogen murni. Selanjutnya, aliran kaca melewati daerah pendinginan (masih di dalam kolam) dan keluar dalam bentuk kaca lembaran bersuhu ±600oC.
Ø  Proses tiup (blow)
Proses ini digunakan untuk membuat botol kaca, gelas kemasan, atau aneka bentuk kaca seni lainnya.
4.      Annealing
Fungsi tahapan ini adalah untuk mencegah timbulnya tegangan-tegangan antar molekul pada kaca yang tidak merata sehingga dapat menimbulkan kepecahan. Proses annealing kaca terdiri dari 2 aktivitas, yaitu :
·   menahan kaca dengan waktu yang cukup di atas temperatur kritik tertentu untuk menurunkan regangan internal
·   mendinginkan kaca sampai temperatur ruang secara perlahan-lahan untuk menahan regangan sampai titik maksimumnya.
Proses ini berlangsung di dalam “annealing lehr”. Untuk jenis kaca lembaran, annealing lehr ini dilewati oleh kaca-kaca yang bergerak di atas roda berjalan.
5.      Finishing dan pengendalian kualitas (Quality Control)
Beberapa proses penyelesaian akhir pada industri gelas adalah cleaning and polishing, cutting, enameling, dangrading.

Sumber :



Rubber Fender Square – Square Rubber Fender – Rubber Fender – Rubber Fender Square

Fender-Squere-Rubber-Fender,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber FenderRubber Fender Square  biasanya dipasang ke dermaga atau kapal untuk melawan kekuatan benturan antara dermaga dan kapal yang dihasilkan selama penambatan dan berlabuh, sehingga dapat mencegah kerusakan pada kapal dan struktur dermaga. Pada umunya ada dua jenis  Rubber Fender Square , hal ini dibedakan oleh bentuk lubang tengah yang berbentuk D ( D Bore )dan bentuk O (O Bore). Keduanya dapat digunakan pada semua jenis dermaga, galangan kapal. Beberapa tahap produksi Rubber Fender Squaresecara umum antara lain :
  1. Persiapan Bahan Baku Karet Kompon
Rubber Fender Square BCS Rubber diproduksi dari bahan baku karet kompon yang berkualitas dan  dengan komposisi yang tepat untuk memberi sifat Rubber Fender Square yang kuat dan fleksibel disesuaikan dengan tujuan penggunaan Rubber Fender yaitu sebagai penahan benturan dermaga dan kapal saat berlabuh. Jenis karet Natural Rubber, EPDM, Neoprene, dan NBR adalah beberapa jenis karet yang dapat digunakan untuk bahan baku Rubber Fender karena memiliki tensile strength, elongation  break, dan sifat – sifat lain yang dibutuhkan untuk penahan benturan yang baik. Namun jenis Natural Rubber adalah yang paling banyak digunakan untuk Rubber Fender karena memiliki harga yang lebih ekonomis daripada jenis karet yang lain.
  1. Pengukuran dan Pemotongan Bahan Baku
Karet kompon lembaran diukur, dipotong, dan ditimbang sesuai dengan ukuran berat dan volumeRubber Fender Square.
  1. Pengisian Kompon dan Proses Vulkanisasi
Karet kompon yang sudah dipotong dan ditimbang diisikan ke dalam mesin press hidrolik. BCS Rubber menggunakan mesin press hidrolik (tidak menggunakan alat press  dongkrak konvensional) sehingga menjamin keakuratan tekanan, suhu, dan waktu yang diperlukan dalam proses produksi dan menjaga konsistensi kualitas produk akhir.
  1. Output Rubber Fender dan Finishing
Rubber Fender Square siap dikeluarkan dari mesin press hidrolik setelah proses vulkanisasi dan dilakukan proses finishing untuk merapikan dan memperindah penampakan Rubber Fender Square
Rubber Fender Square Merupakan Rubber Fender Yang cocok di gunakan sebagai sandaran kapal selain bentuknya yang ramping juga instalisinya tidak terlalu rumit. BCS Rubber Industry yang berlokasi di kota Malang, Jawa Timur. BCS Rubber Industry memproduksi Rubber Fender Square yang telah banyak digunakan untuk pembangunan Kebutuhan Dermaga dan kapal yang ada di seluruh Indonesia .
Rubber-Fender-Type-Squere,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber FenderRubber-Fender-Type-Cylinder,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber Fender

Sumber : https://fenderrubber.wordpress.com/2015/09/23/rubber-fender-square-square-rubber-fender-rubber-fender-rubber-fender-square/#more-1494

Korosi dan Pengendaliannya pada Lambung kapal KM. ADRI XLIV

Korosi adalah suatu reaksi redoks antara  logam dengan berbagai zat yang ada di lingkungannya sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam kehidupan sehari-hari korosi kita kenal dengan sebutan perkaratan.
Salah satu sumber kerusakan terbesar pada kapal laut adalah disebabkan oleh korosi air laut. Sampai saat ini penggunaan besi dan baja sebagai bahan utama pembuatan kapal masih dominan. Dari segi biaya dan kekuatan, penggunaan besi dan baja untuk bangunan kapal memang cukup memadai. Tetapi besi dan baja sangat reaktif dan mempunyai kecenderungan yang besar untuk terserang korosi air laut. Korosi merupakan suatu proses degradasi dari suatu logam yang dikarenakan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan lingkungannya. Pada dasarnya korosi adalah peristiwa pelepasan elektron-elektron dari logam (besi atau baja) yang berada di dalam larutan elektrolit misalnya air laut. Sedangkan atom-atom yang bermuatan positif dari logam (Fe+3) akan bereaksi dengan ion hydroxyl (OH-) membentuk ferri hidroksida [Fe(OH)3] yang dikenal sebagai karat. Berdasarkan segi konstruksi pada kapal laut, pelat lambung kapal adalah daerah yang pertama kali terkena air laut. Pada daerah lambung ini bagian bawah air ataupun daerah atas air rentang terkena korosi. Korosi pada pelat badan kapal dapat mengakibatkan turunnya kekuatan dan umur pakai kapal, mengurangi kecepatan kapal serta mengurangi jaminan keselamatan dan keamanan muatan barang dan penumpang. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air laut, maka perawatan dan pemeliharaan kapal harus dilakukan secara berkala.   bentuk korosi yang terjadi pada lambung kapal adalah  korosi merata. Korosi merata adalah jenis korosi dimana pada korosi tipe ini laju korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar atau terbuka ke lingkungan berlangsung dengan laju  yang hampir sama. Hampir seluruh permukaan logam menampakkan terjadinya proses korosi.
Sampai saat ini untuk melindungi pelat badan kapal terhadap serangan korosi air laut masih menggunakan  3 (tiga) cara yaitu menghindari penyebab korosi, pelindungan secara aktif (Dengan metode  Cathodic Protection) dan perlindungan secara pasif (Dengan proses pengecatan). Metode cathodic protection merupakan metode yang sudah sangat lazim dilaksanakan untuk proteksi korosi pada lambung kapal, namun adakalanya hal ini tidak terlalu diperhatikan secara serius sehingga hasil yang diinginkan biasanya meleset dan tidak efisien. Salah satu metode cathodic protection adalah metode anode korban.
Adakalanya di lapangan ditemui pelat-pelat lambung kapal yang terserang korosi berat dikarenakan kurangnya anode korban yang dipasang. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan di bahas mengenai kebutuhan pemasangan perlindungan katode untuk mencegah korosi pada lambung kapal di dalam media air laut, dimana dilakukan perbandingan katode yang sering digunakan yaitu  Zinc Cathodic Protection (ZCP) dan Alumunium Cathodic Protection (ACP).
Sebelum dipasang anode korban yang baru, KM. ADRI XLIV mengalami proses  Coating terlebih dahulu, dimana memakai satu lapis /  layer dengan ditambah 2 lapis  intermadiate /  top coats, minimum 300 µm nominal DFT (Dry Film Thickness) kategori III dengan umur pelapisan adalah selama 5 tahun.
Rencana penggantian anode korban pada KM. ADRI XLIV adalah dengan menggunakan anode korban alumunium dengan bentuk  elongated flush mounted tanpa  backfill dengan dimensi anode 395 mm x 150 mm x 30 mm dengan berat netto 4.5 Kg sebanyak 24 buah.
Sebelum melakukan perhitungan kebutuhan anode korban pada KM. ADRI XLIV, ada beberapa data yang diperlukan dalam perhitungan. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan proteksi lambung kapal dengan menggunakan anoda korban yaitu :
·      Ukuran luas pelat lambung kapal yang akan di proteksi 
·      Coating kapal
·      Jenis anoda
·    Resistivitas air laut.
Nilai resistivitas air laut diperoleh dengan menggunakan acuan pada DNV RPB 401 tentang resistivitas dimana temperature air antara 7oC sampai dengan 12oC, maka nilai resistivitas antara 0,3 dan 1,5(ohm.m). Dalam hal ini diambil 1,5 ohm.m.
·      Umur proteksi
Umur proteksi yang diperlukan sesuai peraturan BKI yaitu 3 tahun karena selama 3 tahun minimal kapal harus docking atau naik dok satu kali. Dimana apabila kapal naik dok  maka dapat diganti anoda korban yang  lama dengan anoda korban yang baru.
·      Keperluan arus proteksi.
Nilai keperluan arus proteksi diperoleh dengan mengacu pada DNV RPB 401, dimana desain arus menurut iklim sedang dan kedalaman 0 meter – 30 meter dengan temperatur 7 oC – 12 oC, maka nilai keperluan arus proteksinya adalah 0,100 A/m2.


Sumber : http://rdsujono.blogspot.co.id/2011/05/korosi-dan-pengendaliannya-pada-lambung.html