Sunday, November 8, 2015

Lihat Lebih Dekat, Bosscha Observatory

“Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya lebih dekat
Dan kau akan mengerti”
Sepenggal lagu favorit di masa kecil, soundtrack film Petualangan Sherina yang begitu digandrungi oleh anak-anak pada masanya termasuk saya. Di awal tahun 2000-an film ini cukup menarik perhatian anak-anak dalam berbagai hal, baik itu lagu-lagunya, kisah petualangannya, maupun kisah persahabatannya. Namun, ada hal lain yang membuat saya begitu tertarik pada saat itu yaitu sebuah bangunan megah yang beratapkan kubah dan dilengkapi dengan berbagai macam teleskop, Observatorium Bosscha.



Sedikit mengungkit sejarah Observatorium Bosscha, tempat ini merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Bosscha dibangun oleh NISV (Nederlandch Indische Sterrenkundige Vereeniging) yang dipelopori oleh Karel Albert Rudolf Bosscha yang mencetuskan ide dibangunnya observatorium bintang pada tahun 1920. Sebagian besar bangunan Bosscha sudah selesai pada tanggal 1 Januari 1923 dan pada tahun 1928 observatorium sudah mulai beroperasi. NISV resmi menyerahkan bangunan ini kepada pemerintah RI pada tanggal 17 Oktober 1951.

Sumber : dokumentasi pribadi

Bosscha terletak di Lembang, Jawa Barat sekitar 15 km dari pusat kota Bandung. Tempat ini berada pada ketinggian 1310 m di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung dan berdiri di atas tanah seluas 6 hektar. Bentuk bangunan ini sangat unik karena beratapkan kubah dan dinding yang membentuk lingkaran. Untuk menghasilkan rancangan dengan bentuk geometri seperti ini memerlukan pertimbangan lebih karena bangunan ini dimaksudkan untuk peneropongan bintang. Bentuk ini dipilih agar dapat mewakili fungsi utamanya secara maksimal. Prof. Ir. C. P. Wolff Schoemaker sebagai arsitek bangunan ini memperlihatkan bahwa ia mengolah bentuk geometri ini dengan maksud agar sinar matahari yang jatuh pada bangunan terlihat estetis melalui kolom-kolom yang menonjol di bagian bawahnya serta elemen-elemen garis pada landasan kubah.
Observatorium ini mempunyai luas sekitar 225 m2, dengan ketinggian 15 m dari permukaan tanah, serta memiliki lebar bangunan sekitar 15 m. Atap yang berbentuk kubah memiliki bobot sekitar 56 ton dengan diameter 14,5 m dan terbuat dari baja setebal 2 mm. Atap kubah ini dapat berputar sehingga kita dapat melihat bintang melalui teropong ke segala penjuru arah. Atap ini juga dapat dibuka di bagian teropong Zeiss berada. Lantai bangunan ini mempunyai berat sekitar 12 ton dan dapat di atur ketinggiannya dengan menggunakan motor listrik yang terletak di bawah lantai tersebut.



Dilihat dari bagian luarnya, bangunan tersebut memiliki bahan penyusun utama berupa beton dan baja. Di bagian bawah merupakan konstruksi beton bertulang yang didesain dapat tahan terhadap gempa. Bagian dindingnya kemungkinan memakai batu kali karena bangunan ini merupakan bangunan pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Sedangkan bagian atas yaitu atap yang berbentuk kubah terbuat dari baja. Sedangkan material lain yang digunakan ialah kayu yang terdapat pada bagian pintu dan jendela, kaca pada bagian jendela, dan tegel sebagai lantai. Perkiraan proporsi dari bahan-bahan konstruksi tersebut adalah 40% beton bertulang, 25% baja, 15% batu kali, 10% tegel, 8% persen kayu, dan 2% kaca.
Dari beberapa material konstruksi yang telah di sebutkan, berikut ini merupakan proses pembuatan dua material dari material-material tersebut yaitu tegel dan kaca.

Proses pembuatan Tegel
1.       Persiapan campuran semen
Semen, mil, serta pewarna semen dicampur merata menggunakan tangan agar warna dapat tercampur dengan sempurna. Lalu diayak dengan ayakan halus
2.       Menuang bubur semen (lapisan pertama)
Memasang cetakan yang terbuat dari lembaran kuningan (bentuknya seperti cetakan roti kering, atau sedikit mirip dengan cap batik) ke dalam cetakam baja yang bisa tahan tekanan beberapa ton pada proses pengepresan . tuangkan adonan bubur semen berwarna ke dalam tiap ruangan cetakan menurut warna yang diinginkan. Setelah mengisi semua ruang, cetakan motif diambil dari cetakan baja.
3.       Menabur campuran semen kering (lapisan kedua, ketiga, keempat)
Memberi lapisan kedua, ketiga, dan keempat dengan campuran dan ukuran yang berbeda.
4.       Menutup cetakan
Setelah diberi semua bahan untuk 4 lapisan, cetakan baja ditutup.
5.       Pengepresan
Pres dengan tekanan mesin hidrolis
6.       Pengambilan tegel dari cetakan
Cetakan baja dibuka dan diambil tutupan dan kalungannya. Ambil tegel yang baru dipres yang masih basah dan labil. Proses ini sangat butuh keahlian dan ketelitian. Kalau bukan tukng tegel yang ahli kemungkinan besar akan rusak pada proses pengambilan tegel ini.
7.       Pengeringan pertama
Sementara ditaruh rak.
8.       Perendaman air
Tegel yang setengah kering dimasukkan ke dalam bak air dan dibiarkan selama beberapa hari sampai satu minggu. (proses ini harus dilalui karena di dalam air ada proses yang membuat tegel itu menjadi sangat keras)
9.       Pengeringan kedua
Tegel yang sudah mengeras diambil dari bak air dan ditaruh rak yang teduh. (karena proses pengeringan lebih bagus tidak terlalu cepat)
10.   Finishing
Gosok sudut-sudutnya pakai amplas. Tegel siap digunakan.


Proses pembuatan kaca
Secara skematis proses pembuatan kaca atau gelas dapat digambarkan sebagai berikut:

1.      Persiapan bahan baku (batching)
Pada tahap ini dilakukan penggilingan, pengayakan bahan baku serta pemisahan dari pengotor-pengotornya. Serbuk bahan baku ditimbang sesuai komposisi, termasuk bahan-bahan aditif lain yang diperlukan seperti zat pewarna atau zat-zat yang sesuai dengan produk kaca yang dikendaki. Pengadukan campuran bahan baku dalam suatu mixer hal ini dilakukan agar campuran menjadi homogen sebelum dicairkan.
Komposisi dari bahan-bahan penyusunnya adalah sebagai berikut :
Bahan
Komposisi (%)
Pasir Silika
72,6
Natrium Karbonat
13,0
Kalsium Karbonat
8,4
Dolomit
4,0
Alumina
1,0
Lain-Lain
1,0
2.      Pencairan (melting/fusing)
Bahan baku yang sudah homogen, diayak dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku (furnace) bersuhu sekitar 1500oC sehingga campuran akan mencair. Selama proses pencairan, masing-masing bahan baku akan saling berinteraksi membentuk reaksi-reaksi kimia berikut :
1.     Reaksi-reaksi penguraian
2.     Na2SO3   à   Na2O     +       CO2                                                                
3.     CaCO3    à  CaO        +       CO2                                                            
4.     Na2SO4   à  Na2O               +     SO2
5.     Reaksi antara SiO2  dengan Na2CO3 pada suhu 630 – 780oC
6.     Na2CO3   +     aSiO2     à     Na2O.aSiO2      +  CO2                      
7.     Reaksi antara SiO2  dengan CaCO3 pada suhu 600oC
8.     CaCO3    +     bSiO2     à     CaO.bSiO2        +  CO2                     
9.     Reaksi antara CaCO3  dengan Na2CO3 pada suhu di bawah 600oC
10.  CaCO3    +     a2CO3     à     Na2Ca(CO3)2                                         
11.  Reaksi antara Na2SO4 dengan SiO2 pada suhu 884oC
12.  Na2SO4   +     nSiO2     à     NaO.nSiO2        +  SO2 +    0.5O2
13.  Reaksi utamaaSiO2 + bNa2O + cCaO + dMgO   à  aSiO2.bNa2O.cCaO.dMgO
                                                                              Leburan kaca
Tungku sebagai tempat mencairkan campuran bahan baku kaca atau gelas, terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Pot furnace
Biasanya dipakai untuk menghasilkan kaca-kaca khusus (special glass) seperti kaca seni, kaca optik dengan skala produksi yang kecil sekitar 2 ton atau lebih rendah. Pot terbuat dari bata silica-alumina (lempung) khusus atau platina.
·         Tank furnace
Digunakan pada industri gelas skala besar dan terbuat dari bata refraktori (bata tahan panas). Furnace ini mampu menampung sekitar 1350 ton cairan gelas yang membentuk kolam di jantung furnace.
·         Regenerative furnace
3.      Pembentukan (forming/shaping)
Bahan kaca atau gelas yang berbentuk cair lalu dialirkan ke dalam alat-alat yang berfungsi untuk membentuk kaca padat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa jenis proses pembentukkan kaca, di antaranya adalah :
Ø  Proses mekanik :
a.       Proses Fourcault
Bahan cair dialirkan secara vertikal ke atas melalui sebuah bagian yang dinamakan “debiteuse”. Bagian ini terapung di permukaan kaca cair dengan celah sesuai dengan ketebalan kaca yang diinginkan. Di atas debiteuse terdapat bagian sirkulasi air pendingin yang akan mendinginkan kaca hingga 650 – 670oC. Pada suhu tersebut kaca berubah menjadi pelat padat dan akan bergerak dengan didukung oleh roda pemutar (roller) yang menarik kaca tersebut ke atas. Gambar di bawah ini melukiskan skema proses Fourcault.
b.      Proses Colburn (Libbey-Owens)
Jika proses Fourcault , gerakan kaca berlangsung secara vertikal, maka pada proses Colburn kaca akan bergerak secara vertical kemudian diikuti gerakan horizontal setelah melewati roda-roda penjepit yang membentuk leburan gelas menjadi lembaran-lembaran.
c.       Proses Pilkington (float process)
Bahan cair dialirkan ke dalam sebuah kolam berisi cairan timah (Sn) panas. Kecepatan aliran bahan cair ini merupakan pengatur tebal tipisnya kaca lembaran yang akan diproses. Kaca akan mengapung di atas cairan timah karena perbedaan densitas di antara keduanya. Kaca ini tetap berupa cairan dengan pasokan panas yang berasal dari pembakar di bagian atas kolam. Pengendalian temperatur di dalam kolam dilakukan agar kaca tetap rata di kedua sisinya serta pararel. Bahan yang biaanya digunakan untuk keperluan ini adalah gas nitrogen murni. Selanjutnya, aliran kaca melewati daerah pendinginan (masih di dalam kolam) dan keluar dalam bentuk kaca lembaran bersuhu ±600oC.
Ø  Proses tiup (blow)
Proses ini digunakan untuk membuat botol kaca, gelas kemasan, atau aneka bentuk kaca seni lainnya.
4.      Annealing
Fungsi tahapan ini adalah untuk mencegah timbulnya tegangan-tegangan antar molekul pada kaca yang tidak merata sehingga dapat menimbulkan kepecahan. Proses annealing kaca terdiri dari 2 aktivitas, yaitu :
·   menahan kaca dengan waktu yang cukup di atas temperatur kritik tertentu untuk menurunkan regangan internal
·   mendinginkan kaca sampai temperatur ruang secara perlahan-lahan untuk menahan regangan sampai titik maksimumnya.
Proses ini berlangsung di dalam “annealing lehr”. Untuk jenis kaca lembaran, annealing lehr ini dilewati oleh kaca-kaca yang bergerak di atas roda berjalan.
5.      Finishing dan pengendalian kualitas (Quality Control)
Beberapa proses penyelesaian akhir pada industri gelas adalah cleaning and polishing, cutting, enameling, dangrading.

Sumber :



Rubber Fender Square – Square Rubber Fender – Rubber Fender – Rubber Fender Square

Fender-Squere-Rubber-Fender,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber FenderRubber Fender Square  biasanya dipasang ke dermaga atau kapal untuk melawan kekuatan benturan antara dermaga dan kapal yang dihasilkan selama penambatan dan berlabuh, sehingga dapat mencegah kerusakan pada kapal dan struktur dermaga. Pada umunya ada dua jenis  Rubber Fender Square , hal ini dibedakan oleh bentuk lubang tengah yang berbentuk D ( D Bore )dan bentuk O (O Bore). Keduanya dapat digunakan pada semua jenis dermaga, galangan kapal. Beberapa tahap produksi Rubber Fender Squaresecara umum antara lain :
  1. Persiapan Bahan Baku Karet Kompon
Rubber Fender Square BCS Rubber diproduksi dari bahan baku karet kompon yang berkualitas dan  dengan komposisi yang tepat untuk memberi sifat Rubber Fender Square yang kuat dan fleksibel disesuaikan dengan tujuan penggunaan Rubber Fender yaitu sebagai penahan benturan dermaga dan kapal saat berlabuh. Jenis karet Natural Rubber, EPDM, Neoprene, dan NBR adalah beberapa jenis karet yang dapat digunakan untuk bahan baku Rubber Fender karena memiliki tensile strength, elongation  break, dan sifat – sifat lain yang dibutuhkan untuk penahan benturan yang baik. Namun jenis Natural Rubber adalah yang paling banyak digunakan untuk Rubber Fender karena memiliki harga yang lebih ekonomis daripada jenis karet yang lain.
  1. Pengukuran dan Pemotongan Bahan Baku
Karet kompon lembaran diukur, dipotong, dan ditimbang sesuai dengan ukuran berat dan volumeRubber Fender Square.
  1. Pengisian Kompon dan Proses Vulkanisasi
Karet kompon yang sudah dipotong dan ditimbang diisikan ke dalam mesin press hidrolik. BCS Rubber menggunakan mesin press hidrolik (tidak menggunakan alat press  dongkrak konvensional) sehingga menjamin keakuratan tekanan, suhu, dan waktu yang diperlukan dalam proses produksi dan menjaga konsistensi kualitas produk akhir.
  1. Output Rubber Fender dan Finishing
Rubber Fender Square siap dikeluarkan dari mesin press hidrolik setelah proses vulkanisasi dan dilakukan proses finishing untuk merapikan dan memperindah penampakan Rubber Fender Square
Rubber Fender Square Merupakan Rubber Fender Yang cocok di gunakan sebagai sandaran kapal selain bentuknya yang ramping juga instalisinya tidak terlalu rumit. BCS Rubber Industry yang berlokasi di kota Malang, Jawa Timur. BCS Rubber Industry memproduksi Rubber Fender Square yang telah banyak digunakan untuk pembangunan Kebutuhan Dermaga dan kapal yang ada di seluruh Indonesia .
Rubber-Fender-Type-Squere,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber FenderRubber-Fender-Type-Cylinder,Rubber Fender Square  , Square Rubber Fender ,Rubber Fender ,Rubber Fender Square  ,Rubber Fender Dermaga,Jual Rubber Fender,Harga Karet Rubber Fender,Rubber Fender

Sumber : https://fenderrubber.wordpress.com/2015/09/23/rubber-fender-square-square-rubber-fender-rubber-fender-rubber-fender-square/#more-1494

Korosi dan Pengendaliannya pada Lambung kapal KM. ADRI XLIV

Korosi adalah suatu reaksi redoks antara  logam dengan berbagai zat yang ada di lingkungannya sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam kehidupan sehari-hari korosi kita kenal dengan sebutan perkaratan.
Salah satu sumber kerusakan terbesar pada kapal laut adalah disebabkan oleh korosi air laut. Sampai saat ini penggunaan besi dan baja sebagai bahan utama pembuatan kapal masih dominan. Dari segi biaya dan kekuatan, penggunaan besi dan baja untuk bangunan kapal memang cukup memadai. Tetapi besi dan baja sangat reaktif dan mempunyai kecenderungan yang besar untuk terserang korosi air laut. Korosi merupakan suatu proses degradasi dari suatu logam yang dikarenakan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan lingkungannya. Pada dasarnya korosi adalah peristiwa pelepasan elektron-elektron dari logam (besi atau baja) yang berada di dalam larutan elektrolit misalnya air laut. Sedangkan atom-atom yang bermuatan positif dari logam (Fe+3) akan bereaksi dengan ion hydroxyl (OH-) membentuk ferri hidroksida [Fe(OH)3] yang dikenal sebagai karat. Berdasarkan segi konstruksi pada kapal laut, pelat lambung kapal adalah daerah yang pertama kali terkena air laut. Pada daerah lambung ini bagian bawah air ataupun daerah atas air rentang terkena korosi. Korosi pada pelat badan kapal dapat mengakibatkan turunnya kekuatan dan umur pakai kapal, mengurangi kecepatan kapal serta mengurangi jaminan keselamatan dan keamanan muatan barang dan penumpang. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air laut, maka perawatan dan pemeliharaan kapal harus dilakukan secara berkala.   bentuk korosi yang terjadi pada lambung kapal adalah  korosi merata. Korosi merata adalah jenis korosi dimana pada korosi tipe ini laju korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar atau terbuka ke lingkungan berlangsung dengan laju  yang hampir sama. Hampir seluruh permukaan logam menampakkan terjadinya proses korosi.
Sampai saat ini untuk melindungi pelat badan kapal terhadap serangan korosi air laut masih menggunakan  3 (tiga) cara yaitu menghindari penyebab korosi, pelindungan secara aktif (Dengan metode  Cathodic Protection) dan perlindungan secara pasif (Dengan proses pengecatan). Metode cathodic protection merupakan metode yang sudah sangat lazim dilaksanakan untuk proteksi korosi pada lambung kapal, namun adakalanya hal ini tidak terlalu diperhatikan secara serius sehingga hasil yang diinginkan biasanya meleset dan tidak efisien. Salah satu metode cathodic protection adalah metode anode korban.
Adakalanya di lapangan ditemui pelat-pelat lambung kapal yang terserang korosi berat dikarenakan kurangnya anode korban yang dipasang. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan di bahas mengenai kebutuhan pemasangan perlindungan katode untuk mencegah korosi pada lambung kapal di dalam media air laut, dimana dilakukan perbandingan katode yang sering digunakan yaitu  Zinc Cathodic Protection (ZCP) dan Alumunium Cathodic Protection (ACP).
Sebelum dipasang anode korban yang baru, KM. ADRI XLIV mengalami proses  Coating terlebih dahulu, dimana memakai satu lapis /  layer dengan ditambah 2 lapis  intermadiate /  top coats, minimum 300 µm nominal DFT (Dry Film Thickness) kategori III dengan umur pelapisan adalah selama 5 tahun.
Rencana penggantian anode korban pada KM. ADRI XLIV adalah dengan menggunakan anode korban alumunium dengan bentuk  elongated flush mounted tanpa  backfill dengan dimensi anode 395 mm x 150 mm x 30 mm dengan berat netto 4.5 Kg sebanyak 24 buah.
Sebelum melakukan perhitungan kebutuhan anode korban pada KM. ADRI XLIV, ada beberapa data yang diperlukan dalam perhitungan. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan proteksi lambung kapal dengan menggunakan anoda korban yaitu :
·      Ukuran luas pelat lambung kapal yang akan di proteksi 
·      Coating kapal
·      Jenis anoda
·    Resistivitas air laut.
Nilai resistivitas air laut diperoleh dengan menggunakan acuan pada DNV RPB 401 tentang resistivitas dimana temperature air antara 7oC sampai dengan 12oC, maka nilai resistivitas antara 0,3 dan 1,5(ohm.m). Dalam hal ini diambil 1,5 ohm.m.
·      Umur proteksi
Umur proteksi yang diperlukan sesuai peraturan BKI yaitu 3 tahun karena selama 3 tahun minimal kapal harus docking atau naik dok satu kali. Dimana apabila kapal naik dok  maka dapat diganti anoda korban yang  lama dengan anoda korban yang baru.
·      Keperluan arus proteksi.
Nilai keperluan arus proteksi diperoleh dengan mengacu pada DNV RPB 401, dimana desain arus menurut iklim sedang dan kedalaman 0 meter – 30 meter dengan temperatur 7 oC – 12 oC, maka nilai keperluan arus proteksinya adalah 0,100 A/m2.


Sumber : http://rdsujono.blogspot.co.id/2011/05/korosi-dan-pengendaliannya-pada-lambung.html

Saturday, November 7, 2015

Proses Pembuatan Semen --> Menggunakan Teknologi Ramah Lingkungan

Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.       Penambangan Bahan Baku
2.       Penyiapan Bahan Baku
3.       Penggilingan Awal
4.       Proses Pembakaran
5.       Penggilingan Akhir
6.       Pengemasan
Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1.  Penambangan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batukapurdan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
a. Batukapur               
    52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat                        
    60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%

Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a.       Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b.      Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c.       Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d.      Pengangkutan ( hauling )
e.      Pemecahan ( crushing )
Proses Penambangan Bahan Baku
2.  Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk menghancurkan  batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

 
Proses Penyiapan Bahan Baku

3.  Penggilingan Awal

Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a.    Penggilingan ( Roller & grinding table )
b.    Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c.     Pemisahan (Separator)
d.    Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.
Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal


4.  Proses Pembakaran

Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :

a. Pemanasan Awal (Preheating)

Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln.  Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
  • Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner.  Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
  • Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
  • Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
  • Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
  • Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
  • Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.


b. Pembakaran (Firing)

Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
1.    komposisi kimia raw mix
2.    konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3.    temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4.    temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5.    bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran

c.  Pendinginan (Cooling)

Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler.  Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.

5.       Penggilingan akhir

Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.

Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir

6.       Pengemasan

Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.

Demikian penjelasan mengenai Proses Pembuatan Semen, semoga bermanfaat bagi seluruh pembaca yang berkunjung di blog saya.

Apabila mau mempelajari berbagai macam hal terkait industri semen, maka silahkan berkunjung ke blog saya yaitu di industrisemen-prosespembuatansemen.blogspot.com 

Salam sukses.

Sumber : http://industrisemen-prosespembuatansemen.blogspot.co.id/2015/04/tahapan-pembuatan-semen_8.html